Kita sering mendengar istilah نزول القرأن (baca: nuzulul quran), dan kita sama-sama memahaminya sebagai malam pertama kali al-Quran diturunkan pertama kali sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Kitapun sepakat merayakan napak tilas nuzulul quran pada tiap malam 17 Ramadlan.
Hal itu bersumber dari surat al-Qodr ayat pertama dan al-Baqarah ayat 185
إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ فِى لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ (١)
Nuzul dan bentuk derivatifnya
- Nuzul نزول merupakan kata dasar dari Nazala نزل yang berarti "turun".
- Tidak menggunakan inzal إنزال, yang merupakan kata dasar dari anzala أنزل yang berarti "menurunkan/ diturunkan"
- Tidak pula menggunakan tanzil تنزيل, dan bentuk perubahan morfologisnya nazzala نزّل berarti "menurunkan"
Secara linguistik memang tidak ada perbedaan mencolok dari penggunaan ketiga kata ini. Hanya saja ada pada sifat transitif maupun intransitifnya. Namun kita menemukan bahwa ada perbedaan di beberapa ayat mengenai penggunaan lafal nuzul dan kedua bentuk derifatifnya.
Lafal "Nazala" نَزَلَ yang merupakan perubahan morfologis bertempo past (lampau) dari kata "nuzul" نُزُول. Ini terdapat pada Surah asy-Syuara' ayat 193
نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ (١٩٣)
Surat Al-Furqan ayat 1 dan 32
تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلۡفُرۡقَانَ عَلَىٰ عَبۡدِهِۦ لِيَكُونَ لِلۡعَـٰلَمِينَ نَذِيرًا (١)
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡلَا نُزِّلَ عَلَيۡهِ ٱلۡقُرۡءَانُ جُمۡلَةً۬ وَٲحِدَةً۬ۚ ڪَذَٲلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَۖ وَرَتَّلۡنَـٰهُ تَرۡتِيلاً۬ (٣٢)
تَنزِيلٌ۬ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٤٣)
ٱللَّهُ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ وَٱلۡمِيزَانَۗ وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّ ٱلسَّاعَةَ قَرِيبٌ۬ (١٧)
نَزَّلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقً۬ا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوۡرَٮٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ
Dalam konteks ayat ketiga dari Surah Ali Imran di atas, kata نزّل digunakan untuk menerangkan turunya Kitab Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW sedangkan kata أنزل digunakan untuk menerangkan turunnya kitab taurat dan injil kepada Nabi Musa dan Nabi Isa. Pemilihan redaksi ini mempunyai makna, bahwa turunya Al-Qur’an dilakukan berkali-kali sesuai dengan kebutuhan ummat saat itu, Al-Qur’an diturunkan secara berulang-ulang, sedikit-demi sedikit selama 23 tahun lebih. (baca: Al-Quran; yang Pertama dan Terakhir) Sementara kitab Taurat dan kitab Injil diturunkan dalam sekali, tidak berangsur-angsur.
Lafal "Nazala" نَزَلَ yang merupakan perubahan morfologis bertempo past (lampau) dari kata "nuzul" نُزُول. Ini terdapat pada Surah asy-Syuara' ayat 193
Adapun penggunaan nazzala ditemukan di beberapa ayat. Salah satunya adalah"dia dibawa turun oleh Ar-Ruh AlAmin (Jibril)"
Surat Al-Furqan ayat 1 dan 32
"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam"
"Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)."
"Ia (al quran) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam"Lafal "anzala" أَنزَلَ digunakan dalam beberapa ayat, salah satunya pada surah asy-Syura ayat 17
"Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?"berbeda dengan redaksi di surah Ali Imran ayat 3
"Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil"
Dalam konteks ayat ketiga dari Surah Ali Imran di atas, kata نزّل digunakan untuk menerangkan turunya Kitab Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW sedangkan kata أنزل digunakan untuk menerangkan turunnya kitab taurat dan injil kepada Nabi Musa dan Nabi Isa. Pemilihan redaksi ini mempunyai makna, bahwa turunya Al-Qur’an dilakukan berkali-kali sesuai dengan kebutuhan ummat saat itu, Al-Qur’an diturunkan secara berulang-ulang, sedikit-demi sedikit selama 23 tahun lebih. (baca: Al-Quran; yang Pertama dan Terakhir) Sementara kitab Taurat dan kitab Injil diturunkan dalam sekali, tidak berangsur-angsur.
Mengapa disebut Nuzulul Quran?
Jika dikaitkan dengan ayat pertama surah al-Qodr, mengapa ada perbedaan dalam redaksi Al-Qur’an yang satu sisi ditulis dengan أنزل namun terkadang ditulis dengan نزّل. Justru inilah rahasia yang harus dikuak, karena al-Quran sendiri memang mengalami 2 proses penurunan.- Turun yang pertama yakni ketika malaikat Jibril membawa Al-Qur’an dari Lauhul Mahfudz (لوح محفوظ) ke baitul Izzah (بيت العزة) berupa Al-Qur’an utuh yang dimulai Surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Naas.dan kemudian didekte dan ditulis ulang oleh Malaikat Safarah (malaikat di langit pertama). Oleh karena itu, redaksi ayat memakai kata أنزل dikarenakan Al-Qur’an utuh turun dari Lauhul Mahfudz. Hal ini juga termaktub dalam surah al-Buruj ayat 21-22 dan surah 'Abasa ayat 15.
- Kedua, al-Quran turun dari langit pertama dan secara berangsur diwahyukan kepada Rasullah SAW. oleh karenanya ayat yang berkaitan turun dari Baitul Izzah ke Baginda Rasul pemakaian leksikonnya pakai kata نزّل .
Meskipun dalam beberapa tafsir, ulama mendapati riwayah tentang ayat pertama surah al-Qodr ditujukan untuk penurunan al-quran yang pertama, yakni dari Lauhul Mahfudz (لوح محفوظ) ke baitul Izzah (بيت العزة) berupa Al-Qur’an utuh, namun beberapa ulama memiliki pandangan lain. Justru yang dimaksud ayat pertama surah al-Qodr adalah wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW dari malaikat Jibril. Ini bertentangan dengan pendapat bahwa wahyu pertama turun pada Bulan Rabiul Awwal yang menandai risalah atau pengangkatan rasul.
Pendapat ini tetap menyetakan bahwa wahyu pertama turun melalui mimpi pada Rabiul Awwal di saat nabi genap berusia 40 tahun (dalam penanggalan hijriyyah). Namun al-Quran sendiri turun melalui perantara Jibril pada Ramadlan berikutnya.
Perbedaan ini disikapi bijaksana oleh para ulama pendahulu. Menurut KH. Sya'roni Ahmadi, bahwa bentuk kehati-hatian para ulama, maka kata نزول yang merupakan bentuk dasar disandarkan pada malam 17 Ramadlan. Pemilihan diksi yang begitu hati-hati bisa justru melingkupi kedua pendapat yang kita sebagai manusia yang terbatas tentu tak mengetahuinya, dan kita tetap dapat merayakan hari besar umat Islam dengan khidmah.
0 Comments