Ketika kita
membaca Al-Quran cetakan manapun, tak terbayang bagaimana kitab suci yang
awalnya berupa lampiran-lampiran di dedauanan, kulit ternak dan kain, namun
sekarang telah terkodifikasi dalam bentuk buku yang memudahkan kita umatnya
untuk membacanya. Ini dikarenakan kebijaksanaan Allah menurunkan Al-Quran
bertahap dan berangsur-angsur (Baca: Al-Quran; yang Pertama dan yang Terakhir).
Al-Quran yang ada di tangan kita sekarang telah melalui perjalanan panjang yang
berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1390 tahun. Hal yang indah dan
menakjubkan adalah dalam masa itu keotentikan Al-Quran tetap terjamin, karena
Allah-lah yang menjamin langsung dan diabadikan dalam QS.AL Hijr ayat 9
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّكۡرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰـفِظُوۡنَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Quran),
dan kamilah yang akan menjaganya”
Sejarah yang melatarbelakangi Al-Quran dari masa khulafaur Rasyidin hingga
sekarang melibatkan tokoh-tokoh yang ditakdirkan Allah sebagai garda mengawal
kitab suci agama islam ini.dan kamilah yang akan menjaganya”
1. Masa Nabi Muhammad SAW
- Pada permulaan Islam, beberapa sahabat menulis Al-Quran pada media yang bisa mereka jangkau. Hal ini dikarenakan masih sedikit kaum arab yang menguasai bahasa tulis dan belum ada sarana tulis seperti saat ini.
- Saat itu kertas masihlah barang langka dari Persia,sehingga tiap wahyu yang turun diprasastikan di pelepah kurma, dedaunan, kulit ternak, batu dan lainnya. Hanya beberapa shahabat yang mengabadikan di kertas pada zaman itu.
2. Masa Kholifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab
- Pada masa Kholifah Abu Bakar, banyak daerah yang melepaskan diri dan murtad. Hal ini memeaksa kholifah untuk bertindak dan memerangi para golongan murtad yang tersebar dan beraliansi dengan kekuatan-kekuatan besar militer saat itu. pasca perang Yamamah, banyak shahabat yang gugur, tak terkecuali para hamilul Quran (penghafal Al-Quran).
- Shahabat Umar bin Khattab menyarankan pada kholifah untuk segera mengumpul-kan Al-Quran. Usulan Umar diterima, namun tetap saja kholifah takut melaksanakan hal yang tidak pernah diperintahkan dan dijalankan oleh Nabi. Shahabat umar dengan bijak menjamin bahwa hal itu termasuk maslahah ummat yang meski tidak dicontohkan oleh Nabi.
- Zaid bin Tsabit ditunjuk untuk mengumpulkan manuskrip Al-Quran yang disimpan oleh Siti Aisyah dan shahabat lainnya, lalu disimpan oleh Khalifah hingga wafat. Khalifah Umar mewarisi tugas mulia tersebut, namun di masa kekhalifahannya yang singkat dan penuh pemberontakan, Amirul Mukminin tidak menindaklanjuti pembukuanAl-Quran. Sepeninggal Umar, putrinya sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a. menyimpan manuskrip Al-Quran tersebut.
3. Masa Khalifah Utsman bin Affan
- Utsman melanjutkan tonggak kepemimpinan kholifah. Pada masanya, Islam telah mencapai daerah di luar jazirah Arab. Hal ini menyebabkan bacaan Al-Quran bercampur dengan dialek, aksen dan bahasa 'ajam (bukan arab). Hudzaifah, panglima yang melakukan ekspansi daerah Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Quran yang mengarah kepada perselisihan.
- Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang dipegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al’Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.
- Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Quran ini terjadi pada tahun 25 H, Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al-Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka.
- Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. 5 salinan mushaf tercipta saat itu, dan dikirimkan dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam.
- Meskipun Islam telah disatukan dengan satu pedoman penulisan Al-Quran, namun banyak riwayat tata cara pembacaan Al-Quran yang berbeda-beda. Meskipun berbeda, semua bacaan tersebut valid dan memiliki sumber yang muttashil kepada Shahabat yang menyaksikan langsung ketika Nabi Muhammad membaca Al-Quran. Menurut KH. Syaroni Ahmadi, 5 salinan mushaf tersebut memberkahi ulama dari kota tersebut hingga pada periode tahun 40-an H. sampai abad ke-3 H. muncul 7 ulama Qurra' (ulama yang menggunakan riwayat muttashil/ bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad dengan validitas bacaan yang diakui, dan menjadi rujukan di zamannya dan generasi selanjutnya) dari 5 kota itu.
Salah satu mushaf al-Imam tertulis dengan khat Kufi yang masih tersimpan di perpustakaan Tashkent, Uzbekistan |
Tabel diatas merupakan Daftar Imam Qurra' Sab'ah yang berjumal 7, dan sampai sekarang menjadi rujukan bacaan Al-Quran di seluruh dunia (Dari Kitab Faidlul Asani karya KH. Sya'roni Ahmadi, Kudus) |
- Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia menuai pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al-Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm al-Anbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf). Hingga sekarang pedoman penulisan itu berkembang dan dikenal dengan Rasm Utsmani.
- Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Hal ini didorong oleh perumus ilmu Nahwu-shorof, Abul-Aswad ad-Dualy karena generasi muda saat itu keliru dalam membaca kalimat “Warasuulihi” yang seharusnya dibaca “Warasuuluhu” yang terdapat pada QS. At-Taubah ayat 3 sehingga bisa merusak makna. Sebagai pembeda, Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham.
4. Perkembangan Tanda Baca pada Al-Quran
- Menurut penuturan KH. Sya'roni, orang yang pertama kali menetapkan tanda titik untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya ialah gubernur Iraq Dinasti Umayah, Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy berdasarkan kaidah dari Nasr bin Ashim . Hajjaj pula yang membagi Al-Quran menjadi Juz, Hizib dsb. Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy pada abad ke II H.
- Perkembangan penulisan tanda baca Al-quran terus berkembang seiring ijtihad para ulama. Muncullah tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad, juga tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ruku'.
5. Pencetakan Al-Quran secara Massal
- Sebelum ditemukan mesin cetak pada abad 16 M, Al-Quran disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur’an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M.
- Mushaf Al-Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 M. dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.
- Adapun cetakan Al-Quran yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Quran dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih di Turki dengan khat dari Beduzzaman Said Nursi.
Begitu indah
Allah menggariskan taqdir kitab-Nya, Al-Quran di tangan para tokoh-tokoh hebat,
hingga sekarang kita semua dapat menggunakan dan mengamalkannya sebagai sarana
iibadah dan taqarrub kita kepada-Nya. Dari rangkaian yang begitu panjang Allah
tetap menjaga keaslian Al-Quran dan menjadikannya Mukjizat yang sampai sekarang
masih bisa dinikmati, disaksikan dan dirasakan oleh umat manusia kontemporer.
0 Comments